Dejavu - Kok, kayaknya pernah lewat sini, ya? Sahabat Royal pernah ngerasain hal seperti ini gak?
Kejadian dimana kita ngerasa pernah ngalamin situasi atau berada di sebuah tempat padahal kita belum pernah ada di sana sebelumnya?
Nah, diperkirakan sudah ada 70% populasi manusia yang mengalami dejavu di dunia ini. Bahkan, dikutip dari New York Times, peluang orang yang imajinasi tinggi jauh lebih besar terkena dejavu (pantesan Mimin sering mengalami fenomena ini. Wong mimin sering halu!).
Eh, tapi sebenernya dejavu itu apaan, sih?
Pengertian Dejavu
Dikutip dari Hellosehat.com, Dejavu dapat diartikan suatu keadaan di mana kita merasa familiar dengan kondisi sekita, seolah-olah kita sudah pernah mengalami hal tersebut dengan keadaan yang persis sama, padahal apa yang sedang kita alami sekarang mungkin adalah pengalaman pertama Anda.
Kejadian Dejavu ini biasanya bisa berlangsung 10 sampai 30 detik, dan lebih dari satu kali. Tapi enggak perlu panik jika ini terjadi, karena dari beberapa penelitian, dua sampai tiga orang pernah mengalami dejavu yang sama.
Penelitian tentang Dejavu
Ada banyak teori tentang asal-usul dejavu. Dari mitos yang unik sampai penelitian yang benar-benar ilmiah. Nah, dikutip dari Klikdokter.com ada penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan psikolog kognitif dari Colorado State University.
Anne Cleary bersama rekannya Alexander Claxton melakukan penelitian yang fokus pada firasat palsu yang sering dihubungkan dengan déjà vu.
Keduanya menyimpulkan bahwa déjà vu bisa terjadi karena program dalam otak. Sementara, sangat sulit untuk menilai bagaimana kerja otak untuk menghasilkan kejadian déjà vu.
Kedua ilmuwan tersebut mempertanyakan, jika memang déjà vu sebuah ilusi atau hanya perasaan saja, mengapa banyak orang percaya bahwa mereka mampu memprediksi apa yang akan terjadi berikutnya?
Setelah dilakukan penelitian yang melibatkan 298 orang untuk mengeksplorasi virtual scene seperti game The Sims, partisipan diminta untuk kembali memperhatikan virtual scene yang secara acak memperlihatkan jalur ke arah kiri dan kanan.
Para peneliti menemukan bahwa ketika partisipan mengalami dejavu dan melaporkan perasaan yang kuat bahwa mereka dapat memprediksi apa yang dapat terjadi berikutnya, kejadian ini berhubungan kuat dengan fenomena postdiction.
Para partisipan ini yakin bahwa mereka telah memprediksi arah belokan di dalam adegan. Padahal, jalur yang mereka lihat pada virtual scene sebenarnya terjadi secara acak dan partisipan tidak mungkin dapat memprediksinya.
Cleary dan para peneliti lainnya menyimpulkan, bahwa hal ini merupakan kepercayaan yang salah disebabkan oleh perasaan familiar, kita seringnya mengaitkannya dengan déjà vu atau dejavu.
Berdasarkan berbagai penelitian yang diadakan untuk memahami lebih dalam mengenai déjà vu, kondisi ini lebih sering dialami oleh dewasa muda dan frekuensi kejadiannya akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
Penyebab Dejavu
Dikutip dari The Conversation, dejavu terjadi singkat, tanpa pertanda, dan tidak memiliki manifestasi fisik, kecuali pengumuman: “Aduh dejavu!”
Banyak peneliti mengatakan, fenomena ini merupakan pengalaman berbasis ingatan dan disebabkan oleh pusat ingatan di otak. Beberapa penyebab dejavu berdasarkan penelitian adalah:
Sistem memori
Lobus temporal medial sangat penting dalam mempertahankan ingatan jangka panjang dari berbagai peristiwa dan fakta.
Daerah tertentu dari lobus temporal medial berfungsi penting dalam mendeteksi perasaan akrab atau kenal—bukan dalam mengingat detail peristiwa-peristiwa tertentu.
Perasaan akrab sepertinya bergantung pada fungsi korteks rhinal, sedangkan ingatan mendetail itu terkait dengan hippocampus.
Pengalaman dejavu yang terjadi acak dalam individu yang sehat, membuatnya sulit dipelajari secara empiris. Semua penelitian bergantung pada pelaporan sendiri atau pengakuan mereka mengalaminya.
Gangguan dalam matriks
Sementara itu, sebagian pasien epilepsi secara konsisten mengalami dejavu pada awal terjadinya kejang—yakni ketika kejang berawal di lobus temporal medial.
Ini membuka kesempatan para ilmuwan untuk meneliti dejavu dengan cara yang lebih terkontrol secara eksperimental.
Kejang epileptik dipicu oleh perubahan aktivitas listrik pada neuron dalam daerah fokal otak. Gangguan fungsi kerja neuron ini dapat menyebar ke seluruh bagian otak, sebagaimana gelombang kejut akibat gempa bumi.
Daerah-daerah otak tempat terjadinya aktivasi listrik ini mencakup lobus temporal medial.
Gangguan listrik pada sistem saraf menghasilkan sebuah aura (semacam peringatan) dari dejavu sebelum terjadinya kejang epileptik.
Dengan mengukur pelepasan neuron yang terjadi dalam otak pasien, ilmuwan mampu mengidentifikasi daerah otak mana saja tempat sinyal dejavu dimulai.
Ilmuwan menemukan bahwa dejavu lebih mudah diinduksi pada pasien epilepsi melalui stimulasi listrik pada korteks rhinal ketimbang hippocampus.
Pengamatan ini mengarah pada spekulasi bahwa dejavu disebabkan oleh pelepasan listrik abnormal di otak.
Pelepasan neuron ini dapat terjadi secara non-patologis pada orang tanpa epilepsi. Contohnya adalah hypnagogic jerk, kedutan tak sengaja yang dapat terjadi tepat ketika Anda mulai tertidur.
Ada gagasan bahwa dejavu dapat dipicu oleh pelepasan saraf serupa, yang menghasilkan rasa akrab yang aneh.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa jenis dejavu yang dialami oleh pasien epilepsi lobus temporal berbeda dari dejavu pada umumnya.
Dejavu yang dialami sebelum kejang epilepsi berlangsung agak lama, bukan perasaan sekilas seperti yang dirasakan orang-orang yang tidak mengalami kejang epilepsi.
Sementara itu, bagi orang tanpa epilepsi, rasa akrab yang kuat yang berpadu dengan pengetahuan bahwa mereka berada di lingkungan yang benar-benar baru, secara alamiah memperkuat pengalaman dejavu.
Ketidakcocokan dan hubungan pendek
Dejavu pada orang yang sehat dilaporkan sebagai kesalahan ingatan yang dapat mengekspos sifat alami dari sistem memori.
Beberapa peneliti berspekulasi bahwa dejavu terjadi akibat ketidaksesuaian dalam sistem memori yang mengarah pada pembangkitan memori rinci yang keliru dari sebuah pengalaman sensorik baru.
Artinya, suatu informasi menerabas memori jangka pendek, dan malah mencapai memori jangka panjang.
Ini menyiratkan bahwa dejavu dipicu oleh ketidakcocokan antara input sensorik dan output pemanggilan memori. Ini menjelaskan mengapa pengalaman baru bisa terasa akrab, tetapi tidak begitu nyata seperti memori sebenarnya.
Teori-teori lain mengatakan aktivasi sistem saraf rhinal, yang terlibat dalam pendeteksian rasa akrab, terjadi tanpa aktivasi sistem ingatan dalam hippocampus. Ini mengarah pada rasa akrab tanpa detail spesifik.
Terkait dengan teori ini, ada gagasan bahwa dejavu adalah reaksi sistem memori otak terhadap pengalaman yang sudah dikenal. Pengalaman ini diketahui sebagai pengalaman baru, tetapi memiliki banyak elemen yang dapat dikenali, meskipun dalam keadaan yang sedikit berbeda.
Contohnya? Berada di bar atau restoran di negara asing yang memiliki tata letak yang sama dengan yang sering Anda kunjungi di rumah.
Ada lebih banyak lagi teori tentang penyebab dejavu. Mulai dari segi paranormal—kehidupan masa lalu, penculikan alien dan mimpi ramalan—hingga ingatan yang terbentuk dari pengalaman tidak langsung (seperti adegan dalam film).
Sejauh ini tidak ada penjelasan yang sederhana mengenai dejavu, tetapi kemajuan teknologi dalam pencitraan saraf dapat membantu kita memahami tentang memori dan tipuan dari pikiran kita sendiri.
0 Komentar